6.27.2005

Penjemputan Mengesankan

(Seperti dituturkan sahabat Wati kepada Elvy Tiana Rosa - disadur dari buku Lentera Kehidupuan: Cerita Luar Biasa dari Orang-orang Biasa)


Pernahkah Anda melihat seseorang menjelang sakratul maut? Berapa kali Anda melihat mereka yang terbelalak ketakutan, yang kesakitan atau yang hanya seperti hendak tidur?

Aku punya seorang teman dekat di SMU I Binjai bernama Wati. Ia dara berjilbab yang sangat cantik, supel, berbudi, senang menolong orang lain dan selalu menjadi juara kelas. Maka seperti mendengar petir disiang hari, saat kudengar ia yang sudah sekian lama tak masuk sekolah ternyata mengidap kanker rahim. Bahkan sudah menyebar hingga stadium empat!!

Sekolah kami berduka. Para aktivis rohis amat sedih. Wati adalah motor segala kegiatan dakwah. Ide-idenya segar. Ia selalu punya terobosan baru. Ia bisa mendekati dan disukai siapa pun. Sungguh, kami tak memiliki Wati yang lain.

Maka betapa pedih menatapnya hari itu. Ia tergolek lemah di ranjang. Badannya menjadi amat kurus. Wajahnya pasi. Setelah sakit berbulan-bulan, hari ini ia tak mampu lagi mengenali kami!

"Wati sudah sebulan ini tak bisa bangun-," kata ibunya sambil mengusap air matanya.

Namun kami berbelalak, saat baru saja ibunya selesai bicara, perlahan Wati berusaha untuk bangun. Kami semua tercengang saat ia berdiri dan berjalan melintasi kami seraya berkata dengan suara nyaris tak terdengar, "Aku mau berwudhu dan shalat Dhuha."

Serentak kami semua berebutan membimbingnya ke kamar mandi. Setelah itu ibunya memakaikannya mukena dan sarung. Sementara ayahnya kembali membaringkannya di tempat tidur karena ia terlalu lemah untuk shalat sambil berdiri.

Hening. Tak seorang pun yang bersuara saat ia melakukan sholat Dhuha. Selesai sholat, saat ibunya akan membukakan mukena, ia melarang dengan halus. Lalu lama sekali dipandanginya wajah ibu, ayah dan adik-adiknya satu persatu bergantian. Dari mulutnya terus menerus terdengar asma Allah. Kami yang menyaksikan tak kuat lagi menahan tangis.

Tiba-tiba Wati tersenyum. Ia memandang kami, teman-temannya, dengan penuh sayang. Lalu kembali memandang wajah ayah, ibu dan adik-adiknya bergantian. Kini kulihat bulian bening menetes dari sudut matanya. Lalu susah payah ia mengangkat kedua tangannya dan mendekapkannya di dada. Dengan tersenyum ia menutup kedua matanya sambil mengucapkan dua kalimat syahadat dengan sangat lancar.

Innalillaahi wa inna ilaihi rooji'uun. Ia telah pergi untuk selamanya. Bagai melayang aku menyaksikan semua. Dadaku berdebar, lututku gemetar. Subhanallah, ia telah kembali dengan sangat sempurna dalam usia yang baru 18 tahun. Tiba-tiba, antara ilusi dan kenyataan, aku mencium wewangian. Tubuhku bergidik. Aku menangis terisak-isak. Allah, siapkah aku bila Engkau ingin bertemu??

6.11.2005

Biarkan Masa Depan Datang Sendiri

Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya.” (QS. An-Nahl: 1)

Jangan pernah mendahului sesuatu yang belum terjadi. Apakah Anda mau mengeluarkan kandungan sebelum waktunya dilahirkan, atau memetik buah-buahan sebelum masak? Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata dan dapat diraba, belum berwujud, dan tidak memiliki rasa dan warna. Lalu, mengapa kita harus menyibukkan diri dengan hari esok, mencemaskan kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi padanya, memikirkan kejadian-kejadian yang akan menimpanya, meramalkan bencana-bencana yang bakal ada di dalamnya? Bukankah kita juga tidak tahu apakah kita akan bertemu dengannya atau tidak, dan apakah hari esok kita itu akan berwujud kesenangan atau kesedihan?

Yang jelas, hari esok masih ada dalam alam ghaib dan belum turun ke bumi. Maka tidak sepantasnya kita menyeberangi sebuah jembatan sebelum sampai di atasnya. Sebab siapa yang tahu bahwa kita akan sampai atau tidak pada jembatan itu? Bisa jadi kita akan terhenti jalan kita sebelum sampai ke jembatan itu, atau mungkin pula jembatan itu hanyut terbawa arus terlebih dahulu sebelum kita sampai di atasnya. Dan bisa jadi pula, kita akan sampai pada jembatan itu dan kemudian menyeberanginya.

Dalam syariat, memberi kesempatan kepada pikiran untuk memikirkan masa depan dan membuka-buka alam ghaib, dan kemudian terhanyut dalam kecemasan-kecemasan yang baru diduga darinya, adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Pasalnya, hal itu termasuk thulul amal (angan-angan yang terlalu jauh). Secara nalar, tindakan itu pun tak masuk akal, karena sama halnya dengan berusaha perang melawan bayang-bayang. Namun ironis, kebanyakan manusia di dunia ini justru banyak yang termakan oleh ramalan-ramalan tentang kelaparan, kemiskinan, wabah penyakit, dan krisis ekonomi yang kabarnya akan menimpa mereka. Padahal semua itu hanyalah bagian dari kurikulum yang diajarkan di “sekolah-sekolah syetan”.

“Syetan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia.” (QS. Al-Baqarah: 268)

Mereka yang menangis sedih menatap masa depan adalah yang menyangka diri mereka akan hidup kelaparan, menderita sakit menahun, dan memperkirakan umur dunia ini tinggal seratus tahun lagi. Padahal, orang yang sadar bahwa usia hidupnya berada di “genggaman yang lain” tentu tidak akan menggadaikannya untuk sesuatu yang tidak ada. Dan orang yang tidak tahu kapan akan mati, tentu salah besar bila justru menyibukkan diri dengan sesuatu yang belum ada dan tak berwujud.

Biarkan esok hari itu datang dengan sendirinya. Jangan pernah menanyakan kabar beritanya, dan jangan pula pernah menanti serangan petakanya! Sebab, hari ini Anda sudah sangat sibuk.

Jika Anda heran, maka lebih mengherankan lagi orang-orang yang berani menebus kesedihan suatu masa yang belum tentu matahari terbit di dalamnya dengan bersedih hari ini. Oleh karena itu, hindarilah angan-angan yang berlebihan!

~dari buku La Tahzan, Jangan Bersedih (Dr. 'Aidh al-Qarni)~

6.04.2005

Saya Belajar...

Saya belajar bahwa saya ini hanya makhluk yang lemah
Masih banyak kekurangan dalam diriku
Maka saya selalu perlu bantuan semua orang

Saya belajar bahwa hidup ini banyak masalah
Menghadapi hidup sendiri pun adalah masalah
Oleh karena itu, aku tak akan pernah berputus asa
Selama aku masih bisa beribadah kepada Allah

Saya belajar bahwa ada satu rahasia di luar akalku...
Aku ikhlaskan semua qada dan qadarku
Karena aku percaya itu yang terbaik buatku

Saya belajar untuk mencintai,
Mencintai keluarga, orang tua, sahabat-sahabat tercinta
Karena aku peduli…
Peduli agar bisa menjadi lebih baik
Untuk diriku sendiri dan untuk semua saudaraku

Saya belajar bukan karena aku suka bukan juga karena baik
tapi karena benar
Jika hanya karena suka saja,
apa bedanya diriku sekarang dengan diriku saat masih bayi
Jika karena baik saja,
mmm...baik menurutku belum tentu baik dalam pandangan-Nya
Tapi aku melakukan karena benar,
benar menurut perintah agama yang kuyakini
karena agama ini adalah tanggung jawabku sendiri
bukan tanggung jawab orang tuaku lagi

Saya belajar untuk menjaga hati ini
karena aku tidak ingin hatiku keras
yang bisa menutup kebenaran yang datang
yang bisa membuatku terhina dihadapan yang Maha dasyat azabnya

Saya masih belajar dan masih terus akan belajar
Bahwa sesuatu yang biasa itu tidak akan merubah
yang haram menjadi halal
Bahwa perkara yang haram tidak akan berubah menjadi halal
meski diniatkan karena-Nya
Bahwa yang haram itu selamanya tidak berubah menjadi halal
Bahwa, masih ada hidup sesudah mati
Dan bahwa Allah Maha melihat

Saat diriku hadir di dunia ini
Mungkin semua orang tertawa gembira
sementara diriku menangis
Dan saat diriku meninggalkan dunia ini nanti
Mungkin ada airmata yang menetes,
tapi aku ingin diriku tersenyum

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
(QS Ibrahim, 14:7).