3.23.2005

The power of Love

Seperti sebuah tiupan angin, lembut dan mengantarkan kesejukan. Angin, sesuatu hal yang abstrak tapi ketika dia sudah bertindak kasar, jangankan segundukan gunung pasir yang tinggi, bahkan gedung angkuh dan menara pencakar langit bisa luluh lantak tanpa sisa. Demikian pula cinta, ia ditakdirkan sebagai satu benda tanpa bentuk, nama untuk beragam perasaan, judul untuk semua gemuruh hati, muara dari berjuta makna, wakil dari harapan tak terkira, kekuatan tak terartikan.

Kisah itu pun bermuara pada jatuh cinta, suatu peristiwa paling penting dalam sejarah kepribadian manusia sepanjang masa. Cinta, mampu mengubah seorang pengecut jadi pemberani, yang pelit jadi dermawan, yang malas jadi rajin, yang pesimis jadi optimis, yang kasar jadi lembut, yang lemah jadi kuat. Cinta merajut emosi manusia, begitu agung bahkan rumit sekaligus. Maka syair Rabiah al adawiyah, Rumi, Iqbal Tagore, Kahlil Gibran, sampai legenda Romeo dan Juliet, Siti Nurbaya, Cinderella menjadi begitu abadi tersimpan di dalam lembar sejarah hidup manusia. Bahkan penderitaan akibat kekecewaan kadang terasa manis karena cinta yang melatarinya: seperti Gibran yang kadang terasa menikmati Sayap-sayapnya yang Patah.

Sebuah kisah dari sang raja yang galau karena sang putra mahkotanya ternyata seorang pemuda, apatis, dan tak berbakat. Suatu saat raja mencoba mengubah pribadi putranya dengan kata kunci: “The power of love”. Sang raja kemudian mendatangkan gadis-gadis cantik ke istananya. Istana pun seketika berubah menjadi taman: semua bunga mekar di sana. Dan terjadilah sesuatu yang diharapkan, putranya jatuh cinta dengan seseorang diantara mereka. Tapi kepada gadis itu raja berpesan,”Kalau puteraku menyatakan cinta padamu, bilang padanya ,”Aku tidak cocok untukmu, Aku hanya cocok untuk seseorang raja atau seseorang yang berbakat menjadi raja.” Benar saja, putera mahkota seketika tertantang. Maka ia pun mempelajari segala hal yang harus diketahui oleh seorang raja dan ia pun melatih diri menjadi seorang raja. Dan seketika luar biasa, bakat seorang raja meledak dalam dirinya. Ia bisa, ternyata ia bisa! Tapi karena cinta.

Cinta telah bekerja dalam jiwanya, sempurna. Dan memang selalu begitu, mengali jiwa manusia ke dalam, terus mendalam, sampai mata air keluhuran hati ditemukannya. Maka dari sana menyeruak luar biasa semua potensi kebaikan dan keluhuran dalam dirinya. Dari sana, mata air keluhuran mengalir deras, membanjir dan desak mendesak hingga bermuara pada perbaikan watak dan penghalusan jiwa. Cinta membuat manusia jadi manusia, dan memperlakukan manusia ditempat kemanusiaan yang tinggi.

Kalau cinta kita kepada Allah membuat kita mampu memenangkan Allah dalam segala hal, maka cinta kepada manusia, hewan, tumbuhan atau apa saja, mendorong kita mempersembahkan semua kebaikan yang diperlukan untuk yang kita cintai. Dengan kata lain, cinta suci harus mampu membawa sesuatu yang dicintai pada kebaikan, pada hakikat cinta sejati, pada cinta Allah yang abadi. Jatuh cinta membuat manusia merendah, tapi sekaligus bertekad penuh untuk menjadi lebih terhormat.

“Kamu takkan pernah sanggup mendaki sampai ke puncak gunung iman, kecuali dengan satu kata: cinta. Imanmu hanyalah kumpulan keyakinan semu dan beku, tanpa nyawa, tanpa gerak, tanpa daya hidup, tanpa daya cipta. Kecuali ketika ruh cinta menyentuhnya. Seketika ia hidup, bergeliat, bergerak tanpa henti, penuh vitalitas, penuh daya cipta, bertarung dan mengalahkan diri sendiri, angkara murka dan syahwat.” (Annis Matta)

Seperti itu pulalah cinta bekerja ketika harus memenangkan Allah atas diri sendiri dan yang lain, atau memenangkan iman atas syahwat.

• Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang maksudnya:
"Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu'. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Ali Imran: 31)

• Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya:

"Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia." (HR. Al-Bukhari)

• Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Mentaati apa yang beliau perintahkan dan meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadis-hadis shahih yang beliau jelaskan kepada umat manusia. Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk, perintah dan sunnah-sunnah beliau.

• Adapun hadis shahih di atas, ia mengandungi pengertian bahwa iman seseorang muslim tidak sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah SAW melebihi kecintaannya terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan –sebagaimana ditegaskan dalam hadis lain– hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri.
Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan larangan-larangan Rasulullah SAW dengan hawa nafsunya, keinginan isteri, anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah SAW, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta belaka maka ia akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu menuruti syaitan dan hawa nafsunya.

Cinta di atas cinta, dan adakah yang lebih mulia cintanya dari suatu Zat yang begitu mencintai kita?, yang tak pernah meninggalkan kita di saat kita galau dan bimbang. Cinta, semuanya atas nama cinta, bukanlah suatu hal yang salah apalagi tercela. Ia mampu mengangkat manusia menduduki posisi paling agung, ketika sang manusia mampu menempatkannya pada posisi terhormat di relung hatinya. Allah memberikan kesempatan pada kita untuk menghirup dunia ini, itu atas cinta Allah pada kita. Allah telah menciptakan kita begitu sempurna, memberikan kita raga begitu rupa, memberikan kita waktu begitu raya, memberikan semuanya begitu berharga. Allah pulalah yang selalu di sisi kita, melihat kita, mendengar kita, membimbing kita menuntun kita walau kita kadang luput untuk mengingat-Nya. Allah pulalah yang selalu hadir dalam kesendirian kita, di saat kita tersudut dalam keperihan, di saat kita terpuruk dalam kedukaan, di saat semua lupa pada kita. Allah pulalah satu-satunya yang tak pernah mengecewakan kita atas sesuatu hal yang kita harap. Allah-lah satu satunya yang Maha Pemberi terbaik bagi hamba-hambanya. Begitu besarnya cinta Allah kepada kita, tak tertandingi seluas langit dan bumi pun. Apakah kita, manusia, masih mampu menggantikan cinta-Nya dengan seorang hamba manapun yang lemah dan papa?

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. 55:13)


Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS.Al Hujurat:7).

Wallahu’alam Bishawab

Sumber: aku lupa darimana aku ambil tulisan ini, yang jelas ini bukan tulisan aku.

1 comment:

Unknown said...

subhanallah!!!
yang jelas ini tulisan yang keren...
:)